AKU SELAMI
Oleh: Wawan AD*
"dikala kamu meletakan segenap harapan pada orang lain, kekecewaan akan menanti"
'jadilah sahabat bagi dirimu sendiri'
"Sesungguhnya semesta mendampingimu, dikala tak seorangpun memahmaimu (Lentera senja).
Aku terkadang sulit untuk memahamimu seutuhnya,
memahami segala hal, barangkali ini yang menjadi titik lemahku, apakah semua
lelaki sepertiku juga..?, aku tak begitu tahu..?, tak peka, sulit bagiku untuk
tafsirkan apa saja yang ada dalam ingin, harap, tujuan dan benakmu.
Dimana air mata terkadang menjadi jawaban dalam diammu,
sebenarnya itu bukan yang aku inginkan, karena setiap tetesannya sulit di terka
serta ditafsirkan. Bagaikan benang kusut, yang harus aku cari ujungnya agar dapat diurai, apakah akan membingungkan dan menyulitkan..? sudah pasti, ketika
harus memprediksi semuanya. Karena aku terkadang sedikit cuek perihal rasa.
Apakah harus ada rekonsiliasi..?, padahal aku dan kamu tak pernah ada konflik.
Dalamnya lautan dapat aku selami dan jelajahi, saat
aku inginkan keindahan dan juga hasilkan intan dan mutiara di dalamnya. Tapi kenapa,
soal benakmu aku tak dapat merabanya. Sekalipun itu dangkal. Sulit, sangat
sulit bakhan sulit sekali aku pahami. Entah sampai kapan, aku harus menimba
ilmu “soal hati” agar bisa memahamimu seutuhnya. Tapi aku akan terus berusaha
maksimal untuk membuatmu selalu tersenyum untukku, bukan yang lain.
Kenapa begitu sulit..?, belajar memahami segala hal tentang
dirimu, sesulit itukah…?, Hingga aku harus mencoba merenungkan semua, mempelajari
dan mencari-cari banyak referensi untuk menjawab. Agar ragu tak menjadi hantu
dan terus gentayangan dalam keseharianku.
Ya, terkadang dirimu begitu eksklusif bagiku, apakah
memang sifat-mu seperti itu atau dominan sejenis denganmu juga demikian, segala
masalah dijawab dengan diam dan tetesan air mata.
Atau karena rasa cuekku yang begitu akut, hingga sulit
memahami dirimu, atau memang aku sudah tak berasa lagi, sedingin itukah..?…kadang
dibikin pusing sendiri bila harus berhadapan dengan kondisi dan situasi ini.
Ibarat sebuah benda bila dikerasin bisa patah, sesuai
dengan petunjuk-Nya, aku elus perlahan dengan penuh penghayatan perasaan
tertinggi, bahkan harus dilesu, "haaah", aku buang beban lewat nafas" kadang dirimu dan bahkan sejenismu
semuanya selalu benar, apapun itu, selorohku sedikit ketus. Bagai nitizen yang
akan selalu benar dalam menghukumi dan bahkan menghakimi semaunya.
Aku yang selalu di hantui dan di bayangi rasa
ketakutan dan ketidakpastian yang tak berdasar, semakin menarik anganku ke
puncak awan, terseok tertiup kencangnya hembusan angin kecemasan dari segala
arah yang terus menghantam.
Aku ingin ada pasti dari semua ini..?, memang berada
dalam ketidakpstian itu sangat tak mengenakkan, dan aku sebenarnya sadar betul,
bahwa hidup memang tak selamanya enak. Benarkan..?
***
Sebelum aku meninggalkan-mu hari ini, ada satu hal
yang ingin aku tanyakan dan pastikan padamu, agar penasaranku tidak terus saja
mengoyak-ngoyak menggedor dinding kebekuan, soal apa..?, jawabnya lirih. "Apakah
kamu mencintaiku...?" Desakku, keduanya hening untuk beberapa saat. Walau berat aku
lanjutkan bicara “untuk sehari, semenit atau sekejap saja, kamu pernah
mencintaiku, Nik”, aku datar, sambil menatap wajahnya yang sedikit memerah dan
nanar.
Aku terdiam sambil menunggu jawaban, agak lama, tak
sepotong kata pun keluar dari bibirnya. Tapi akhirnya bicara juga, “Tidak,
sehari, semenit sekejap bahkan untuk selamanya, aku tak pernah mencintaimu”, yakinkah
yang kamu ucapkan itu..? timpalku, “ya..” begitu singkat Nikita menjawab. “Oke”.
Hanya itu yang aku tanyakan padamu hari ini, tidak lebih, kalau sudah aku
dengar lega rasanya. Sekalipun keraguan atas jawaban yang kamu berikan itu terlintas
lewat kedip matamu. Tapi okelah itu keputusanmu, tak mungkin aku paksakan, agar
dirimu berkata iya.
Hari ini aku bebas melangkah kemanapun tanpa beban,
terimakasih telah ada untukku, walau sesaat, sungguh susah lukisan wajahmu aku
hapus di ruang khususku, tak kan pernah tergantikan oleh siapapun, karena kamu
begitu berharga pada sepenggal jalan hidupku ini.
Harap dan cintaku kepadamu bagai “Mad Aridlisukun” yang terakhir
dan tiada yang lain lagi cukup satu dirimu, hanya berdua bagai “idgham bilaghunah” (hanya aku dan
kamu) “Lam dan Ra”
"Sedalam itukah…?" Tanyanya, “Ya”, jawabku singkat, karena kamu begitu berarti dalam
sepenggal kisah hidupku, mampir lalu menumbuhkan asa yang diterpa layu
terhembus udara kesunyian terlalu lama, dirimu mampu menyiram tanaman yang
kering itu, lalu menumbuhkan benih-benih asa yang sempat hilang, walau sekejap,
dirimu tetap berarti bagiku, sekali lagi terimakasih. Nikita hanya diam membisu
memantung dihadapanku tanpa sepatah katapun.
***
Keraguan itu menghalangi rasamu terhadapku, aku yakin,
bahkan yakin sekali, rasamu juga tinggi padaku, apakah sifat dan sejenismu juga seperti itu semuanya, aku sambil sedikit mengangkat
bahu tanda tak begitu paham akan rasa wanita.
Rasa sensitif begitu membelenggu dirimu sendiri.
Kecemasan, bahkan kerinduanmu melebur jadi satu, seperti yang aku rasakan
terhadapmu, hanya dirimu begitu sempurna menyembunyikannya.
Aku kira sesak nafasku selama ini, karena sebagian nafas
hidupku ada padamu, dan itu bukan hanya bunga tidur penghias mimpi belaka, yang
terlalu liar menggambar seluruh imaji bersamamu, tapi hadir nyata adanya, dan aku
akan setia menunggumu sampai kapanpun. Bagaikan majnun tertegun dipinggir
pusara kekasih abadi-Nya hingga akhirnya melebur menjadi satu, soal kecintaan
dan kesetiaanya tidak diragukan lagi. Cintanya bukan cinta sesaat dan mainan
belaka tetapi mengakar menjadi satu ikatan dalam sukmanya.
*adalah nama pena dari Wawan Hermawan,
Penulis mengabdikan diri di SDN 2 Cibinong
Jatiluhur Purwakarta, Aktif menulis bersama
KPPJB, Aktif
menulis di laman Blog http://wawandanjogja.blogspot.com, 30 buku sudah dianggitnya (4 buku solo 26 buku antologi), pernah mengikuti pelatihan menulis
dikelas menulis online bersama Dr.Kusuma Wijaya, M.Pd dan PGRI yang tergabung
di gelombang 20. Bisa
silaturahmi dengan penulis di surel wawanhermawan0683@gmail.com.
Keren pak tulisannya 🙌
BalasHapusHaturnuhun neng
HapusKeren pak wawan👌
BalasHapusSiap..haturnuhun kawan
HapusTulisannya sangat menginspirasi terutama bagi insan yang mengalami perasaan galau, alur cerita mengalir laksana air tanpa sumbatan, hanya diantara aku dan kamu semakin menjauh ...
BalasHapusBegitulah bu haji...haturnuhun
Hapus