SELAMAT JALAN KAWAN

 


  “Selamat Jalan Kawan”

   Oleh: Wawan AD*

       Triiing begitu suara berbunyi tanda ada pesan yang masuk di HP saya, tangan saya refleks mengambilnya dengan cekatan, posisi HP waktu itu tergeletak diatas meja tepat dipinggir gelas kopi, tangan dengan asyik mulai dimainkan untuk membuka dan saya membaca whatsapp yang masuk ke Hand Phone (HP), begitu saya buka pesan yang ada dilayar terpampang dengan jelas “A, mang Ayut maot” ….!, singkat pesannya, namun membuat saya terperanjat bukan main, mendengar kabar duka itu.

Kabar yang membuat begitu mengagetkan? karena tidak terdengar sakit sebelumnya, kawan satu ini banyak menyimpan kenangan, pada masa sama-sama belajar ngaji ke al-mukaharom yang terhomat Ust. Jalaluddin (al-marhum) di salah satu kampung kecil tepatnya di daerah Talun, semoga Allah Swt tempatkan guruku ini di taman firdaus yang penuh dengan kedamaian. Aamiin.

“Ayut” begitu orang memanggilnya, padahal nama aslinya adalah “Tubagus Karyadin” begitu nama kawan masa kecil saya itu, berkawan cukup lama, masa kecil saya habiskan di kampung dari satu majlis ke majlis yang lain bersamanya, untuk menimba ilmu agama dan menggali sejuta hikmah dari para guru dikampung.

Layaknya anak zaman dulu tahun 80 90-an tentu saya mengalami masa-masa indah zaman itu, dimana pada saat ngaji masih memakai penerangan yang terbuat dari kaleng bekas susu yang bahan bakarnya minyak tanah dan sumbu penyambung terbuat dari kain bekas yang menghubungkan minyak tanah dan apinya, alat itu rasanya paling modern pada zamannya.

Saya berangkat ngaji bareng bahkan harus meninap ditempat pengajian bila malam tiba dengan yang lainnya sebagai (santri kalong), masa itu tentu tak mungkin bisa ulang kembali dan begitu indah pada masanya. Padahal alas tidur waktu itu hanya tikar tanpa bantal apalagi selimut, proses pembelajaran hidup seadanya sederhana ini begitu membekas pada pembentukan pribadi saya kedepan dalam mengarungi samudera kehidupan.

Selain itu saya hidup dilingkungan kampung, semua permainan layaknya yang dilakukan anak-anak kampung pada masa itu dan itupun saya ikuti. Seperti sebelum tiba waktunya ngaji saya ucing-ucingan (main petak umpet) atau mengbal (main bola) terlebih dahulu bersama rekan dan berbagai jenis permainan lainnya.

Bila malam tiba setelah selesai pengajian dan ingin pulang saya berdua dengannya harus melintasi pasir dan sedikit memasuki hutan membawa colen (obor) sebagai alat penerangan, karena jarak tempat mengaji dan tempat tinggal lumayan cukup jauh, panjangnya perjalanan saya tempuh dengan jalan kaki disaat pulang dan pergi, obor yang dibuatpun sederhana seadaanya, bukan layaknya obor pada umumnya tapi hanya belahan bambu yang di iri-iris, terkadang saya tidak membawa alat penerangan apapun, modal nekad.

@@@

Setelah selesai masa SMP saya melanjutkan ke SMA dan ikut nyantri di Cimuntuk Sukatani, sedangkan Ayut waktu itu melanjutkan sekolah juga nyantri di wilayah Bongas Simpang tepatnya di Pesantren al-Asy’arie.

Setelah sama-sama melanjutkan sekolah dan Mondok pertemuan saya dan Ayut terbilang jarang karena saya jarang pulang ke lembur (kampung) demikian dengan Ayut. Kemudian saya melanjutkan sekolah dan lama tinggal di daerah Cileunyi Bandung.

Apalagi sekarang kita sudah punya tanggungjawab lebih (berumah tangga) hingga kami jarang bertemu, karena sibuk dengan urusan masing-masing setahun sekalipun bisa dihitung jari.

Maka ketika mendengar kabar duka itu tentu begitu mendadak bagi saya, karena sebelumnya tidak terdengar kabar sakit apalagi dirawat. Tepat pada hari Sabtu tanggal 01 Oktober 2022 mang Ayut pergi untuk selamanya, meninggalkan dunia pana ini untuk menghadap yang maha suci.

Innalillahi wa inna illaihi roji’un, begitu bibirku lirih berucap.

@@@

 



Kematian adalah sebuah kepastian akan melanda siapa saja yang bernyawa, namun waktunya misteri, tidak seorangpun mengetahui kapan waktunya, benar-benar misteri karena tidak bisa dideteksi, siapapun itu, baik yang sudah tua atau muda, laki-laki ataupun perempuan, pejabat demikian dengan rakyat.

Saya tak menyangka, Alloh begitu cepat menjemputmu kawan. Setiap yang bernyawa pasti akan mengalaminya, harus takutkah menghadapi itu semua? secara psikologis tentu setiap orang berbeda-beda dalam menerima dan menafsirkanya, tetapi tidak usah takut, apalagi panik karena semua akan terjadi.

Tentu bukan kematiannya yang harus kita takutkan, tetapi setelah kematian itu, karena setiap detik kehidupan di dunia yang telah kita jalani akan dimintai pertanggung jawaban.  Pertanggungjawaban itulah yang membuat kita takut.

Kabar duka itu tentu mengingatkan kita akan eksistensi hidup, karena sejatinya kita akan kembali juga. Semua menjadi ibroh bagi kita yang masih hidup, untuk berbenah dan mempersiapkan bekal menuju kehidupan setalah kematian, karena kematian bukan akhir dan kesudahan dari segala tapi babak baru menuju keabadian. 

Do’a terbaik untuk al-marhum, dia kawan baik saya, sebagai anak dia taat dan patuh pada orangtua, sebagai ayah ia mampu memberikan tauladan bagi anak-anaknya juga penyanyang, sebagai suami ia suami yang baik dan sebagai kepala keluarga ia bertanggungjawab atas semuanya.

Semoga al-marhum ditempatkan di sisi-Nya yang layak, di ma’afkan segala khilapnya dan ditempatkan di Syurganya dengan penuh kedamaian,

Kawan engkau telah terbang tinggi menuju keabadian dalam pelukan pemilik-Mu, semoga diiringi ridhonya Alloh Subhanahu wataala.  Selamat jalan kawan, Al- fatihaah

 

 

*Wawan AD adalah nama pena dari Wawan Hermawan, penulis mengabdikan diri di SDN 2 Cibinong Jatiluhur Purwakarta, menempuh Pendidikan S 1 di IAIN Bandung dan di UT UPBJJ Bandung, telah menerbitkan 4 buah buku solo dan 26 buah buku antologi. Aktif di KPPJB dan komunitas menulis lainnya juga aktif menulis dilaman blog pribadi.  

 

Komentar

  1. Inna lillahi wa inna ilahi rrrttoojiuun...
    Muga husnul khatimsl

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya rabbal alamin...haturnuhun doanya pa dail

      Hapus
  2. Selamat jalan. Doa terbaik untuk mang Ayut...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HATIKU MASIH UNTUKMU

KETUA PC GP ANSOR KABUPATEN PURWAKARTA BAGIKAN SERAGAM

HERA, MAAFKAN AKU