NAYMA
NAYMA
Tak mungkin
dirimu bersedia mengisi akhir pekan bersamaku, meluangkan waktu, mau rehat
sejenak dari pekerjaan yang begitu menyita tenaga dan pikiran, dimana pantai
Pangandaran menjadi tujuan kami berdua waktu itu, untuk melepas penat yang menggunung,
karena selain menyuguhkan keindahan alam yang luarbiasa eksotis juga ada
beberapa hal yang sedang aku kerjakan terkait dengan penyelesaian tugas penelitianku
dikota ini.
Mengitari panjangnya
pantai pangandaran sambil mengobrol sesekali aku becandai Nayma. Nayma adalah teman
dekatku, cukup lama aku berkawan denganya, mulai dari kampus biru tempatku
merampungkan program strata 1, berlanjut ke tempat bekerja dan sampai saat ini
aku masih menjalin persahabatan itu.
Nayma berpostur
sedang, berkulit sawo matang, rambutnya sedikit ikal, hidungnya mancung, bila
tersenyum barisan giginya rapi dan putih, wanita cantik berperangai baik itu
juga berpendidikan tinggi, sikapnya keibuan, ya paket komplit lah, aku
menyebutnya manusia langka, inner beauty-nya terpancar dari tatapan
mata, sikap dan rangkaian bahasa yang terucap dari bibirnya, “sosok inilah yang
aku cari”. Gumam hatiku.
Rela
ditemani hembusan angin laut yang pagi itu terasa menusuk pori-pori,
sementara mentari masih sembunyi, dikejauhan terlihat balutan warna merah besar
baru menampakan wajahnya dan masih terhalang kabut pagi, tak berselang lama hangatnya mulai terasa, sinar mentari pagi
itu menambah suasana dan panorama pantai Pangandaran begitu indah dan semakin
memajakan pandangan, subhanalloh.
Ditengah-tengah obrolan aku terus bercandai dia, “Nay,
kamu harus putar balik”, kenapa..?, penuh keheranan, kamu kelawatan,
“kelewatan..?” dahinya berkerut, klewatan apanya?, bertanya-tanya, “cantiknya” selorohku, dasar kamu gombal
sambil memberikan cubitan kecil tepat dipinggangku, bisa aja ah. Aku serius
lho, sambil terkekeh menahan ketawa, bukan gombal emang kamu cantik ko,
jangankan aku laki laki, sejenismu juga memuji dirimu cantik, “sangking
cantiknya ya jadi klewatan”, sambil tersenyum, “kan enggak ada tandingannya,
bagai bidadari yang turun dari kahyangan”, lanjutku, udah-udah jangan
berlebihan ah, aku jadi bete nih…”ah masa, bener nih” godaku, iyaa, suaranya
agak meninggi dan sikapnya sedikit ketus.
Sehari rasanya
sedetik ketika berada disampingmu Nay, tak terasa waktu begitu cepat berlalu, bagai
hidup ini, serasa kemarin masih anak-anak sekarang kita sudah beranak pinak. Ya
begitulah kehidupan, dalam mengarungi lautan kehidupan yang begitu luasnya kita
disuguhkan berbagai macam keindahan dan kesenangan dunia sebagai bentuk ujian kesungguhan,
yang terkadang membuat kita lupa segala.
@@@
Nay, dirimu rela menemaniku makan ditempat favorite yang aku anggap wah dan
special, padahal nyatanya sangat sederhana, “its oke, gak apa-apa ko,
aku suka”, terpenting-kan soal rasa tak ada duanya, jawab Nayma, “iya sih”, menyantap
makan khas pantai pangandaran Seafood dengan racikan yang khas pula membuat
diriku kecaduan, jawabku, makanya tempat ini menjadi tempat istimewa
lebih-lebih makan siangku kali ini ada dirimu disampingku, “mulai lagi gombalnya
nih” jawab Nayma sambil senyum.
Andai saja tak
ada secuil-pun rasa yang bersemayam dihatimu, sungguh semua itu tak mungkin
terjadi, namun aku tak begitu paham dalam menafsir dan menganalisis tentang
banyak hal soal perempuan, apalagi bila sudah menyangkut perihal rasa.
Namun dari gerak-gerikmu
begitu menyita alam pikiranku, apa yang dilihat dan dirasakan, aku sadari
semenjak itu mulai adanya getaran-getaran bagai magnet ketika berdekatan, yang mana
kedua kutubnya saling tarik menarik, tatapan matanya, gaya bicaranya bahkan
manjanya, semakin memperjelas situasi yang ada.
Maka dari sanalah
aku terpaksa menyimpulkan sendiri keadaan itu “seakan ada rasa yang sama”, bersemayam
antara aku dan Nayma, yang itupun akurasi kebenaran dan ketepatannya perlu
diuji kembali, tapi rasa yang ada padaku itu rapi tersimpan dalam jurang dada
paling dalam, biarlah.
Rasa itu
mengalir apa adanya, tanpa intimidasi dari siapapun, aku sendiri tak tahu kapan
rasa itu muncul, apakah bertepuk sebelah atau ada kesamaan?, aku tak berani nyatakan
dan menanyakan soal itu, terlalu kepagian kalau diriku bertanya soal ini, biarlah
waktu yang akan menjawab semua, mengalir saja bagai air. Karena saat ini aku
sedang menikmati getaran-getaran yang ada.
@@@
Setelah seharian mengitari pantai Pangandaran untuk
meneguk indahnya, sore hari aku dan Nayma kembali ke tempat penginapan untuk beristirahat
melepas lelah, ditempat penginapan tentu kami berbeda kamar, jadi aku dan Nayma
kamarnya masing-masing, sebelum ikrar itu terucap aku tak berani lakukan
hal-hal di luar norma yang ada.
Apalagi sampai saat ini, aku hanya sebatas berkawan
tidak lebih, kalaupun ada rasa, itu juga belum terungkapkan, jauh-jauh hari
sebelum keberangkatanku kepangandaran, sebenarnya sudah kususun sebait kata
sebagai pengakuan diriku selama ini, “bahwa aku sangat mencintaimu Nay”, hanya
saja aku masih melihat waktu, situasi yang tepat untuk utarakan semua itu dan
aku berharap semesta berpihak padaku.
Kecemas-kecemas sebelum ungkapkan rasa itu, terus saja
menghantui diriku, jadi menerka-nerka, berandai-andai dan terus saja rasa-rasa
lain berkecamuk dalam dada, aku coba tenangkan diri agar tetap tegar dan tidak
panik pada situasi yang ada.
Aku coba yakinkan diri, jangan terlalu mengkhawatirkan
sesuatu yang belum kelihatan, kalaupun itu terjadi hadapi dengan segenap rasa
juga asa. Risau, gundah juga cemas hanyalah krikil-krikil kecil penghambat
dalam akal pikiran yang terus saja berjalan menari-nari, sehingga membuat kita
jadi pesimistis, sedangkan samudera kebahagiaan yang disediakan Tuhan pemilik
semesta ini terhampar begitu luas tak bertepi.
@@@
Sebelum aku dan Nayma meninggalkan Pangandaran untuk pulang
ke Jakarta, malam itu, malam ahad waktu yang sudah ditentukan aku dan Nayma
ketemu kembali untuk mengobrol ringan sambil menikmati riaknya ombak laut
dimalam hari, tapi tidak seperti biasanya suasana sedikit tegang, seformal
inikah?, kata-kata yang telah kususun berhari-hari menjadi hilang seketika,
apakah karena nervous atau apa, entahlah.
Aku berusaha kuasai keadaan, agar tak begitu nampak
tegang, perlahan kucoba temukan lagi sebait kata itu, Nayma mulai bertanya padaku,
“ko tegang banget ada apa?, “ah enggak biasa aja”..jawabku, membuang kegugupan,
“itu keringat bercucuran, gak seperti basanya, emang ada apa”? Nayma terus saja bertanya.
Kucoba beranikan diri, Nay, malam ini sengaja aku ajak
kamu kesini karena ada satu hal yang ingin aku sampaikan padamu, “soal apa”??,
aku terdiam,
Euh….eh, ada hal penting yang harus kamu dengar
langsung Nay, “ia apa”? aku terdiam kembali, gugup.
“aku mencintaimu Nay”
Nayma hanya menatapku, aku semakin tegang saja, jauh-jauh
hari aku sudah siapkan diri, akan menerima apapun jawaban dan keputusan yang
Nayma berikan.
Cukup lama situasi menegangkan ini menyelimuti kami
berdua, Nayma seolah menguji kesabaran dan kesungguhan diriku, 10 menit sudah
berlalu kami masih membisu.
@@@
Gelora menggebu dalam dada sebenarnya Nayma rasakan
juga dan rasa itu sangat tinggi pada Naufal, namun ada satu hal yang mengganjal
dalam dirinya untuk coba berterus terang dan sampai saat ini masih dia simpan
rapi didada paling dalam.
Saat ini Nayma dipaksa harus menerima kenyataan dan
keputusan kedua orangtuanya “dijodohkan”, kata itu yang sedikit mengganggu
kehidupannya akhir-akhir ini, satu sisi ingin berbakti pada orangtua dengan
menuruti kehendaknya namun dalam posisi yang lain dia harus merelakan hatinya
terluka walau tak berdarah, namun begitu menyayat terasa perih dirasa.
Nayma dijodohkan ke salah satu anak teman ayahnya,
entah atas dasar apa mereka melakukan itu, sebagai balas jasakah? Atau apa, yang
jelas sekalipun niat orangtuanya baik, namun Nayma sendiri batinnya sangat tersiksa,
karena tidak sesuai dengan pilihannya sendiri, sungguh melelahkan berada dalam
posisi seperti ini.
Lambat laun Naufal akhirnya mengetahui juga masalah
yang menimpa Nayma, hingga semua meluluhlantakan menara harapan yang telah dibangunnya,
ekspektasi tinggi, kini tinggalah
harapan, semua hancur berkeping-keping, tidak bisa di bahasakan, hanya bisa di rasakan.
Mengubur perasaan itu sungguh bukan perkara mudah,
tidak bisa langsung move on dari
segala yang terjadi, Naufal harus merelakan bahwa Nayma bukanlah tulang rusuk
yang ia cari selama ini, jalan takdir berkata lain, jodoh memang berada dalam
genggamanya, Naufal menyadari itu, “biarlah luka perih dan pedih kubawa seiring
berjalannya waktu akan hilang dengan sendirinya”. Pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar